Sabtu, 26 Maret 2011

"SMP" ala Cinere

Cinere | BMD

Sebagai kota yang berkembang, Depok kesiapan para aparat pemerintahnya tentu perlu terus diasah hingga dapat sejalan dengan pembangunan. Untuk menjaga kestabilan kinerja pemerintahan, sosialisasi multi programpun jadi andalannya.

Ketiga persoalan yang saling terikat dan kerap menghantui para pelayan masyarakat itu berhubungan langsung dengan status pendidikan, kedisiplinan PNS dan Keterbukaan Informasi Publik.

Bertempat di SMA Negeri 6 Depok, upaya mencerdaskan dan melatih kedisiplinan para pekerja itu digelar. “Selaku kepala wilayah Cinere, sekaligus sebagai ujung tombak, tentunya saya akan membantu pemerintah menyampaikan program-program yang sudah dirancang,” kata Camat Cinere, Dudi Mi’raz, Selasa (22/3).

Ketiga permasalahan tersebut, jelas Dudi, sudah diatur sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Untuk Pendidikan khususnya di Kota Depok tercantum dalam Perda No. 08 tahun 2011, sedangkan masalah kedisiplinan PNS diatur dalam PP No. 53 tahun 2010. Sementara Keterbukaan Informasi Publik (KIP), diatur dalam UU No.14 tahun 2008.

Guru dan kepala sekolah Negri di Depok, lanjut Dudi, merupakan PNS yang juga harus disiplin dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, sedangkan KIP berkaitan dengan sekolah maupun instansi pemerintah lainnya sebagai badan publik yang juga harus memberikan informasi kepada masyarakat.

“Guru, Kepala Sekolah, instansi pemerintah seperti kecamatan dan kelurahan merupakan lembaga publik, jadi wajar jika masyarakat ingin memperoleh informasi dari kita,” ujar Dudi yang juga penggagas Sosialisasi Multi Program (SMP).

Dudi berharap acara SMP ini bukanlah acara yang pertama dan terakhir, sehingga masyrakat dapat melihat jelas kerja pemerintahnya. SMA Negeri 6 Kota Depok, ditunjuk sebagai tuan rumah acara perdana SMP. Kegiatan ini juga diwarnai tarian saman dan nyanyian dengan musik mulut atau biasa disebut akapela dari beberapa murid pilihan sekolah.

Kepala Sekolah SMAN 6, Amas Farmas menyambut baik SMP yang digelar di sekolahnya. “Saya menyambut positif acara SMP ini, jika ingin menjadi Pegawai Negri Sipil, khususnya guru negeri, harus mengetahui atauran-aturan yang berlaku. Sebeb, nanti akan berkaitan dengan proses pendidikan dan juga tempat mengajar yang menjadi instansi publik,” pungkas Amas. n Pius Yosep

JAGA AURAT, TOLAK NARI KELUAR NEGRI


Margonda | BMD

Kuliah di perkotaan besar merupakan tantangan tersendiri bagi mahasiswi daerah. Hal ini amat dirasakan oleh Melita Ruchiyat. Tak senyap seperti di kota asalnya, Pangakalan Bun, Kalimantan Tengah, Depok dan Jakarta menjadi perantauan Melita yang diwarnai kemacetan dan udara panas.

Meski demikian, ia nikmati situasi itu, bahkan ia jadikan teman baru dalam menjalani kegiatan sehari-hari. ”Berbeda dengan tempat asalku, Kalimatan, Depok dan Jakarta ternyata lebih sulit, karena macet dan panas, tapi aku harus terus berjuang demi tercapai cita-citaku,” ujar Mel, sapaan akrab Melita Ruchiyat kepada BMD, kemarin.

Keputusan gadis manis ini untuk melanjutkan jenjang pendidikan Strata 1 (S1) di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) jurusan Manejemen Komunikasi memang bukan paksaan dari orangtuanya, namun keinginannya sejak lama.

Bagi Mel, yang bertekad menutup auratnya sejak kelas 1 SMA itu, Depok dan Jakarta adalah kota impiannya, karena di dua kota itu terdapat pusat pendidikan bertaraf internasional. ”Tapi soal kehidupan di luar itu, saya harus berani menjaga diri, antara lain dengan berjilbab. Selain menutup aurat, juga tameng dari kejahatan,” ujarnya.

Seminggu setelah ia memakai jilbab, Mel mengaku mendapatkan godaan yang sangat menggoyahkan hatinya, yaitu tawaran menari tarian khas Kalimantan di New Zealand dengan pakaian yang agak terbuka.

”Aku sempat nyesel banget nolak tawaran menari di luar negeri, namun aku ingat kewajiban sebagai muslimah. Alhamdulillah, aku bisa ambil keputusan tepat. Rezeki itu sudah ada yang mengatur. Hal ini terbukti ada tawaran sebuah radio di Kalimantan yang mengontrak aku untuk jadi penyiar selama 1,5 tahun,” ungkap cewek manis kelahiran Bogor, 15 Mei 1991 itu.

Untuk menunjang aktivitas kuliahnya, gadis berzodiak Taurus ini memutuskan untuk hidup mandiri di kos-kosannya di Lenteng Agung, dekat kampusnya. Saat jadi mahasiswi baru, ia sempat kaget dengan pergaulan di kampusnya. Namun akhirnya, ia bisa beradaptasi. ”Aku nggak terlalu suka jalan-jalan di mall. Buatku, mall hanya tempat pemborosan,” jelas anak bungsu dari dua bersaudara ini.

Mel yang aktif sebagai anggota organisasi lingkungan, GENSI (Generasi Konservasi) ini berharap, kota-kota besar, seperti Depok dan Jakarta memerhatikan tataruangnya, yaitu tetap mempunyai lahan hijau yang bisa dimanfaatkan masyarakat, dan menurangi polusi. ”Pemerintah Kota harusnya memerhatikan keadaan alamnya, sehingga udara bisa tetap bersih dan nyaman sebagai tempat tinggal warganya,” tandasnya.

n Pius Yosep


Ayam Bakar Muda-Mudi

Favorit Para Pelajar

Sukmajaya | JurnalDepok

Sebagai wilayah tinggal tak heran jika kita bisa menemukan beragam anek kuliner di Depok. Hampir semua jenis masakan baik vegetarian ataupun penyuka daging seperti ayam ada di kota sejuta belimbing tersebut.

Dalam dunia kuliner terdapat berbagai jenis masakan berbahan dasar utama daging ayam. Belum lama ini, di Depok II tepatnya di Jalan Proklamasi no.1, Kecamatan Sukmajaya telah hadir sebuah warung makan yang menu utamanya ayam bakar, dan warung ini beri nama Ayam Bakar Muda-Mudi oleh sang pemilik.

“Sebenarnya dulu, nama Muda-Mudi ini kami pakai untuk sebuah warung bakso, akan tetapi seiring berjalannya waktu kami mencari resep makanan baru dan akhirnya kami menemukan resep ayam bakar yang menurut kami beda dari warung ayam bakar yang lain,” kata Pung Parmadi selaku pemilik warung Ayam Bakar Muda-Mudi kepada JurnalDepok, Jumat (25/3).

Ada satu hal yang membuat Ayam Bakar Muda-Mudi berbeda dengan ayam bakar yang lain, yaitu ayam bakar ini diolah tanpa menggunakan penyedap rasa. “Sekarang ini semua makanan pasti menggunakan vetsin, padahal vetsin dapat menyebabkan penyakit jika dikonsumsi terus menerus. Untuk itu kami membuat ayam bakar ini tanpa menggunakan vetsin bahkan semua menu makanan di sini di sajikan tanpa menggunakan vetsin, agar lebih aman dikonsumsi masyarakat,” tambah Pung Parmadi yang juga pemilik bimbingan belajar Primagama Depok II.

Walaupun vetsin mengandung monosodium glutamate (MSG) yang dikenal sebagai bahan ampuh untuk melezatkan masakan, namun pemilik warung makan yakin bahwa tanpa penyedap rasa, pembeli akan tetap bisa menikmati ayam bakar dengan nikmat. Ado salah seorang pengunjung mengaku puas dengan menu ayam bakar ini. ”Rasanya enak, tidak menggunakan vetsin, dan yang paling penting harganya sesuai dengan kantong pelajar,” kata Ado, siswa SMAN 1 Depok.

Selain menu andalannya ayam bakar tanpa vetsin. Warung Ayam Bakar Muda-Mudi ini juga menyajikan menu lele serta bebek goreng atau bakar, serta cah kangkung dan sop ceker yang menambah selera makan para pengunjungnya. Harganyapun cukup relatif, untuk satu potong ayam bakar anda cukup mengocek kantong sebesar Rp 10.500. Selain itu, ada paket Ayam Bakar Muda-Mudi sangat diminati mahasiswa dan anak sekolah karena dengan harga Rp 13.000 saja, sudah bisa mendapatkan paket nasi + ayam bakar. n. Pius Yosep | Melisa Abigael

Sabtu, 19 Maret 2011

tato, siapa takut???

Cinere | BMD

Tattoo yang dari dulu selalu diidentikkan dengan kriminalitas, perlahan-lahan mulai diterima di masyarakat sebagai salahsatu bentuk seni. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kaum hawa yang menggunakan tattoo pada bagian tubuhnya, tak terkecuali di Kota Depok.

“Sekarang, dalam sebulan, pelanggan yang membuat tattoo lebih banyak perempuan katimbang lelaki. Jadi, bisa dibilang bahwa tattoo tak selalau identik dengan pria, juga kriminalitas, tapi cenderung jadi bagian dari karya seni,” ungkap Beli Made, pemilik Studio Tattoo Phoenix di kawasan Cinere, Depok.

Kepada Jurnal Depok, Sabtu (19/3), Made mengatakan, gambar dan disain tattoo yang akan dipasang pada tubuh pelanggannya, biasanya dibawa sendiri, meski ia juga menyediakan beragam tattoo, sesuai kemauan dan pesanan pelanggan.

Biaya bikin tattoo di studio itu berbeda-beda, dan dihitung per centimeter dari ukuran dan disain tattoo. Harganya ada yang Rp 300.000 untuk tattoo ukuran 5 cm dan lebar 5 cm. Jika ukurannya di bawah itu, harganya sama, namun untuk ukuran lebar dan panjang lebih dari itu mendapat tambahan harga antara Rp 8.000 sampai Rp 20.000 per centimeter.

“Untuk peralatan membuat tattoo, kami jamin steril. Selain itu, sebelum membuat tattoo, pelanggan wajib menandatangani surat perjanjian bermaterai bahwa dirinya dalam keadaan sehat,” jelas Made yang sudah lebih dari enam tahun berprofesi sebagai tattoo artis, sebutan bagi pembuat tattoo.

Lia, salahsatu penggemar tattoo menyatakan bahwa tattoo sekarang bukan lambang kriminalitas lagi, karena itu sah-sah saja, jika perempuan mempunyai tattoo. “Aku punya delapan tattoo, dan semua punya filosofi dan artinya,” ujar mahasiswi salahsatu perguruan tinggi swasta tersebut.

Sebagai pengguna tattoo, Lia mengaku kerapkali dipandang negatif oleh orang yang belum mengenalnya. Selain itu, orangtuanyapun sempat tidak bisa menerima gambar dan tulisan yang bertebaran di sejumlah titik strategis di tubuh mungilnya. “Mama sempat nggak terima aku pakai tattoo. Tapi, setelah aku jelasin baik-baik, akhirnya dia luluh juga,” tandas mahasiswi semester akhir yang kini tengah menggarap skripsi itu kepada JurnalDepok, Sabtu (19/3).

Sementara itu, Seksolog kesohor, Dr Bona Simanungkalit menyatakan, tak masalah jika perempuan memakai tattoo, asal bentuk dan warnanya menarik serta si empunya tattoo berkulit bersih.

Yang harus diperhatikan dari tattoo yang permanen nempel di kulit itu, menurut Bona, adalah ketika kali pertama menggunakan peralatan tattoo. Kondisi kesehatan sang pengguna mesti fit. ”Alat yang digunakan, seperti jarum dan lainnya harus steril untuk menyegah penyebaran HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan Hepatitis B,” tandas dokter yang juga dosen di berbagai perguruan tinggi itu.

n Pius Yosep